KITA SAMA - SAMA MELEPASKAN
Kau
tau air mata ini menetes tiada henti.
Mungkin
kau sudah mulai memahami dengan diam dan cuek ku akhir – akhir ini. Sampai pada
masa dimana aku juga mulai memahami arti jawaban dari setiap pertanyaan yang
aku ajukan pada mu.
Aku
tahu dari awal semuanya terlalu sulit. Tapi kita memaksa untuk melaluinya
bersama. Meskipun aku pernah mengatakan padamu kita padamkan saja semua, kau
bilang tidak. Bodohnya aku, mengikuti permainan ini.
Kusadari
aku tidak tahu diri. Menyayangimu dengan setulus hati dan perasaanku. Tanpa aku
ingat siapa kau dalam keluarga kita.
Sungguh,
ini patah hati terhebat yang harus aku lalui untuk yang kesekian kali karena
kebodohanku sendiri.
Terimakaih
melepaskanku. Kau memberikan kepastian kepadaku melalui untaian kalimat yang
kau katakan padaku.
Kalaulah
kau tahu demi apapun ini sakit sekali.Rasa sakit yang sudah lama tidak aku
lalui.
Untukmu. Kau tahu.
Aku masi tahan melihatmu dari jauh. Aku bisa tahan kita menahan
rindu karena jarak. Aku bisa tahan jika kau menceritakan prempuan lain padaku.
Tapi untuk kali ini aku tidak tahan lagi, untuk menahan air mata yang bertahun -
tahun seharusnya jatuh lebih awal. Sakit sekali.
Jika dari awal kau tidak berniat denganku, mengapa tak dari dulu
kau lepaskan saja aku. Jangan seolah menahanku. Membuatku berharap.
Menyanjungku, mengasihiku, membuatku bahagia. Padahal semua itu semu.
Kau ingat, aku yang lebih dulu pergi dari permainan ini. Kemudian
kau kembali. Kemudian aku pergi lagi. Kemudian kau kembali lagi. Yang aku kira
kembalimu adalah harapan terbesarku untuk sebuah mimpiku. Namun, nyatanya
justru aku harus sadar diri. Bahwa mimpi itu tidak akan nyata adanya.
Mengapa tak dari dulu kau katakan kau tak menginginkanku. Jika kau
tak ada niat denganku, mengapa kita lalui bertahun – tahun kebahagiaan semu ini.
Sama halnya saat kau mengatakan padaku untuk menunggumu. “Kau sendiri yang
mengatakan padaku untuk menunggumu.” Menunggu tanpa ada batas waktu. Aku rela
menjadi orang bodoh yang menunggumu. Rasa sayangku padamu iklas, tapi kau buat
aku macam tak wujud dalam hidupmu.
Kini kau tahu macamana persaanku, hancur bak pecahan gelas yang
sudah tak bisa utuh.
Tapi kau
masih saja menarik ulur denganku. Sudahlah, kalimatmu menjekaskan kau tak
pernah menginginkanku. Aku hanya prempuan hiburan untukmu. Kini aku sesali
menjadi prempuan bodoh yang menunggumu bertahun.
Hari
ini aku sadar KITA tak akan pernah menjadi KITA.
Hiduplah
macamana kau ingin hidup mencari kebahagiaanmu. Begitu juga dengan aku,yang
akan mencari kebahagiaanku bersama yang sudi. Aku harap jika suatu saat nanti
kita bertemu semoga aku sudah menjadi isteri orang, sebaliknya demikian juga
dengan kau. Ku doakan sudah menjadi suami orang. Sebab demi apapun aku tidak
akan sanggup jika Tuhan mempertemukan kita kembali dalam keadaan sendiri.
Terimakasih
kau memutuskan tali yang bergantung ini. Aku iklas menerima. Ijinkanlah ada
orang lain yang berhak singgah untuk menetap. Bukan seperti dirimu, yang hanya
membuatku bermain dalam permainan yang kita ciptakan ini. Kini isah ini telah
berhujung dengan damai.
“Dalam
senyuman ini tidak akan pernah ku lupa bahwa bertahun lamanya kau pernah
memuatnya pudar.”
Komentar