Postingan

Sajak Rinndu

Rindu itu datang lagi dengan wujud aslinya Menghadang dengan senyuman Berkali - kali kubenamkan pandangan Ke tiap penjuru sepi Sia - sia selalu Sia - sia Rindu itu dengan perkasa bertahta Menekan gerak pengelihatan Begitu mudah tersentuh desah Mengurungku makin semu Berlabuh jauh Kemasa luruh Rindu itu Lepas menjelajah waktu Lalu meresap, merampas denyut nadiku 1971961

Ijinkan

Dulu aku pernah pergi dari hidupmu setelah aku tau kenyataan kita hanyalah dua orang yang tak akan ada apa - apa. Aku benar-benar pergi dan meninggalkanmu. Tak mengganggumu, tak ingin berkabar denganmu. Tapi, kau mencariku. Kau menghubungiku, ingin selalu bercerita kepadaku. Hingga akhirnya aku benar-benar memutuskan pergi jauh menginggalkanmu, menginggalkan kota itu. Ku lupakan segalanya tentang kita yang begitu amat singkat. Sampailah aku benar-benar mampu terbiasa tidak denganmu. Aku mampu berdiri sendiri tanpa ada rasa untukmu. Tapi, nyatanya dengan tiba - tiba kau mencariku kembali. Aku masi saja bodoh mau menerimamu untuk dekat denganku. Kita lalui macam biasa. Justu kita semakin dekat dan saling menahan rindu yang tak bisa temu. Aku sadar apa konsekuensi dari semua itu. Jarak adalah hal yang menyakitkan untuk kita. Aku dan kau tak bisa jumpa sebab jarak. Berbulan - bulan kita menjalani hidup seperti sedia kala. Komunikasi yang tak begitu sering, namun selalu ada kabar meski ta

Bimbang

Aku merasa sangat bimbang dengan apa yang aku lakukan saat ini. Benarkan yang aku lakukan? Atau semua hanya akan sia – sia seperti kata mereka. Namun, mengapa keyakinan ini masi kuat. Aku masi inggin menunggunya. Aku masi ingin mendoakannya. Aku masi menaruh harapan padanya. Meski KAU tak pernah sedikitpun memberikan pertanda padaku. Untuk berjanji padaku pun KAU tak pernah lakukan. Untuk mengajakku pun kau tak pernah mengatakan. Lantas bagaimana aku seharusya? Berada dalam posisi yang sulit untuk aku lalui. Jika kita ditakdirkan untuk saling menunggu dan bersabar hingga masa itu tiba, aku masi sangup dan mampu. Tapi, jika yang terjadi adalah sebaliknya. Mampukah aku mengumpulkan pecahan gelas yang sudah pecah ini ? Sangup kah aku menerima takdirku yang tak seusai dengan harap dan inginku ? Dalam hati, aku selalu berkata dan bertanya. Aku merasa tak pernah merasakan ini sebelumnya. Aku tak pernah mampu dalam penantian dengan saling menjaga satu sama lain. Apakah di sana KAU

Kau

Mengapa kau tak yakin. Mengapa aku pun tak yakin. Padahal jelas sudah rasa itu sama - sama ada. Kita merasakan satu sama lain. Namun, terkadang kau membuatku seolah tak ada dalam hidupmu. Kau mengangapku semacam tumbuhan, bukan manusia yang berperasaan. Kadang kala kau membuatku menjadi seorang majikan. Mengapa kau selalu membuatku semacam ini? Saat kau tak ada selama dalam kurun 1tahun. Aku tak pernah ambil peduli tentang kau secara langsung. Mesti dalam diam aku tak permah berhenti untuk tetap bisa meliahmu dari jauh. Ketika kau datang kembali setelah sekian lama, terkadamg kau menyanjungku. Tapi lebih sering kau mengacuhkanku. Jika aku bercerta tentang orang lain. Kau mengalihkan dan terlalu cepat marah bahkan mengambil kesimpulan yang salah. Hatiku layak untuk dijaga. Aku pun layak bahagia tanpa tersiksa oleh perilakumu. Tapi aku bisa apa. Jika semua tak permah ada kejelasan dan masi sebatas dalam penantian yang tidak tahu akan berujung dimana. Doaku tak permah putus

Perihal Rasa

Bagaimana bisa aku lupa. Jika aku pernah mengoreskan tinta dan menuliskam kisah tentangmu. Sungguh tidak ingin aku tersiksa karena rasa yang tak mampu untuk ku ungkapkan padamu.  Dulu ak sempat berfikir akan mengemukakanya. Namun, aku patah balik untuk tetap diam. Hingga Allah pun paham, mengapa hari ini perihal rasa bisa bermula kembali.  Seharusnya ini tidak terjadi diantara kita berdua. Aku selalu saja mengatakan itu padamu. Namun, kau selalu bilang bahwa semua sudah Allah atur. Apalagi yang bisa ku katakan jika sudah Tuhan yang kau bawa menjadi penyelamat kalimatmu dalam berdalih di depanku. Aku tak ingin menghancurkan suasana yang sudah terjalin lama diantara kita berdua. Jika harus sama - sama mengemukakan perasaan yang terpendam. Lantas mampukah kita mencari jalan keluar dari apa yang kita rasa?  Aku masi tidak percaya tentang apa yang kau ungkapkan padaku. Begitu banyak pertimbangan dalam diri ini. Seolah hati dan pikiran sedang beradu satu sama lain.  Tapi, kada

Terimakasih Team PKKP Kebumen

Gambar
Terimakasih Team PKKP Kebumen Februari 2019, aku mengawali pendaftaran Pengembangan Kepedulian dan Kepeloporan Pemuda (PKKP) Jawa Tengah, khususnya di Kab Kebumen. Tempat dimana aku dilahirkan. Sampai akhirnya pertengahan Februari aku dinyatakan lolos sebagai Pemuda Pelopor perwakilan Kab Kebumen beserta 13 kawan yang lainnya. Sebelum aku berjumpa dengan mereka team PKKP Kebumen, aku merasa tidak ada kawan disini. Sebab hampir 7 tahun aku hidup di Kota Medan.   Dengan tiba – tiba aku harus kembali ke Kebumen karena alasan orangtua. Awalnya aku sulit beradaptasi kembali dengan lingkungan asalku, mungkin hingga hari ini aku masi merasa canggung. Namun, seketika berubah setelah pertemuan dengan mereka. Mereka memberi warna yang baru. Mereka team PKKP Kebumen. Yang aku tak sangga kalaulah mereka akan membuat aku tersenyum kembali. Aku seperti bisa tertawa bersama serta melakukan banyak hal di dalam pekerjaan maupun di luar jam kerja bersama mereka. Suasana hati hidup kembal

3 Bulan Sudah

3Bulan sudah aku meninggalkan kota itu. Kota Medan yang penuh dengan berbagai macam kenangan. Aku benar-benar pergi dan tak kembali. Tapi sesekali aku akan datang berkunjung ke kota itu sekedar berlibur, bukan menetap seperti dulu. Serpihan kenangan 7th lepas masi belum bisa kulupakan. Bahkan mungkin aku tak akan mampu untuk melupakannya. Dari awal memilih Universitas, sampailah aku mendapatkan pekerjaan. Semua masi sangat terkemas rapi dalam inggatanku. Seandianya waktu dapat diputar, aku tak inggin datang ke sana. Sebab sekali aku datang kemudian aku jatuh cinta, tapi pada akhirnya aku harus pergi meninggalkan. Bukan mudah berada diposisiku. Harus belajar dan pergi jauh dari orangtua. Kemudian beradaptasi dengan lingkungan asing. Tidak mengenal siapa pun di sana. Seorang teman pun dulu aku tak punya. Hinggalah akhirnya aku mampu menyesuaikan diri dengan segala yang ada. Aku memulai menerima takdirku, inilah pilihanku. Yang  aku perjuangkan demi sebuah cita-cita. Kota itu buk